ANTARA IBU DAN ANAK TAK BISA JADI “BEST FRIEND”

Ketika anda masih kecil, Anda mungkin begitu memuja ibu Anda. Ibu tampak bagaikan malaikat, ia mengasuh anak-anak dan mengurus pekerjaan rumah tangga, namun juga bekerja di kantor untuk menambah penghasilan bagi keluarga. Ibu menjadi penasihat setia yang akan mendengarkan cerita-cerita Anda mengenai cowok-cowok ganteng di sekolah. Namun ketika dewasa, Anda mungkin telah membentuk kepribadian yang utuh, dan Anda tak membutuhkan lagi masukan-masukan dari ibu. Hal ini lalu kerap menimbulkan konflik ibu dan anak wanitanya.

Karena itu, ketika ibu dan putrinya bisa menjalin hubungan yang erat hingga sang anak menjadi dewasa, bukankah hal ini patut disyukuri? Ternyata tidak demikian !  Apa yang menjadi dasar pernyataan ini ? Mari kita bedah isi pikiran tersebut !

Apa batasan antara “dekat” dan “terlalu dekat”?
Hubungan akan terjalin terlalu dekat, ketika anak wanita mengandalkan sang ibu untuk melakukan hal-hal yang seharusnya dapat dilakukannya sendiri, demikian menurut Gordon. Ibu yang selalu menyelamatkan anak wanitanya, sebenarnya justru akan mengurangi keyakinan diri sang anak. Para ibu umumnya selalu berjuang untuk mengetahui kapan harus berkata “ya” dan kapan berkata “tidak”. Mereka berjuang untuk menjadi ibu yang murah hati dan selalu mencintai, dan memutuskan kapan harus menarik batas antara membiarkan si anak menjadi dirinya sendiri. Kemudian ada satu tipe ibu yang terlalu bergantung pada anaknya, sedangkan sang anak mulai merasa bersalah dan merasa terbebani.

Mengapa kecenderungan untuk terlalu dekat ini makin meningkat saat ini?
“Menurut kami, ibu dan putrinya punya banyak kesamaan. Ibu bisa memiliki jiwa yang muda. Mereka bisa saling menikmati musik yang sama. Punya minat yang sama. Dan karena teknologi, ibu dan putrinya dapat saling mengakses dengan mudah, hal yang tidak kita miliki dengan orangtua kita dulu,” ujar Shaffer. Hal ini bagaikan tali pusat yang menghubungkan ibu dan anaknya dengan cara yang kuat.

Salah satu hal yang merupakan pergeseran sosiologis yang penting, wanita muda akan lebih lama menjadi lajang. Hal ini tentu akan memberikan kesempatan bagi ibu untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan sang anak yang telah dewasa, yang tidak dapat Anda lakukan jika sang anak telah menikah. Ikatan ini akan terasa berbeda ketika ada orang lain yang terlibat. Menantu pria mungkin tidak akan senang jika ibu mertuanya terlalu sering datang berkunjung ke rumah.

Mengapa ibu dan anak wanitanya tidak bisa menjadi “best friends”?
Menurut Shaffer, hubungan ibu dan anak wanitanya tak pernah dalam satu level. Kedua belah pihak tak pernah berada dalam satu tahap kehidupan yang sama pada saat yang sama. Ibu akan selalu menjadi pengasuh yang emosional. Anda mungkin pernah ingat ibu mengatakan, “Ibu selalu tahu apa yang kamu lakukan.” Mereka bisa saja menjadi teman, namun bukan “teman terbaik” karena pertemanan semacam ini membutuhkan sikap timbal-balik. Sikap seperti ini memerlukan kontak secara terus-menerus, misalnya, Anda tumbuh besar bersama, Anda kuliah di tempat yang sama dengan sahabat Anda, bahkan Anda mungkin menyekolahkan anak di tempat yang sama. Itulah yang menciptakan pertemanan yang baik.

Jika ibu dan anak wanita menjalin hubungan yang terlalu dekat, apa yang perlu dilakukan?
Anak wanita harus mampu menjelaskan para ibu apa yang mereka perlukan, dan apa yang tidak mereka perlukan. Akan sulit bagi sang ibu untuk mulai menatap sang anak sebagai orang dewasa. Sebagian ibu masih sering menyampaikan saran-saran yang mungkin kurang berkenan untuk anaknya. Untuk itu, para ibu sebaiknya mulai belajar untuk menjadi pendengar yang aktif, daripada meminta putrinya untuk melakukan sesuatu karena ibu mengira selalu tahu apa yang terbaik bagi anak wanitanya. “Para ibu itu masih ingin melindungi anak wanitanya. Pada satu titik, anak wanita harus mampu menempuh jalan hidupnya sendiri. Kita ingin berjalan bersama, tetapi kita tidak perlu mengontrolnya,” jelas Gordon.

 

 

Leave a comment